tentang saya

August 23, 2010

Jadi, kenapa?

Kenapa kamu bisa sampe DO?
Rasanya tidak cukup jika hanya satu jawaban yang diberikan untuk pertanyaan itu. Sama seperti jawaban untuk pertanyaan "kenapa beton bisa kuat menahan tekanan?" Apakah hanya karena semennya bagus? Tentu saja tidak hanya itu. Ada lagi variabel yang lain. Kualitas agregat, air, proses pencampuran bahan (pengadukan), semua faktor itu turut serta dalam menentukan kualitas beton.
Jadi, kenapa kamu bisa sampe DO?

Apakah karena saya bodoh? Oh, tidak kawan. Saya tidak bodoh.
Coba kita flashback sedikit ya. Sejak kelas 1 sampai kelas 6 SD, saya selalu rangking satu di setiap cawu. Saya juga meraih nilai ujian akhir nasional tertinggi ketika lulus SD, SLTP, dan SMU. Yah, memang siyh, cuma tertinggi di tingkat kabupaten. Selain itu saya juga memperoleh peringkat ke lima dalam olimpiade fisika, walaupun masih di fase penyisihan provinsi. Maaf kalo saya salah, apakah daftar diatas bisa membuktikan saya bodoh? I don't think so dude.

Jadi, kenapa?

Karena dosen-dosen di jurusan saya killer semua. Come on dude, teman-teman saya dan beberapa adik tingkat saya, semua kuliah di jurusan yg sama, bertemu dengan dosen yg sama. Toh mereka kebanyakan juga udah pada lulus, bahkan anak-anak 2005 yang notabene saat mereka kuliah saya pernah jadi asisten tugasnya.

Nasib saya kurang beruntung dibanding mereka. Yah, harus saya akui memang inilah yang paling sering saya rasakan. Tapi tentu anda tidak mau menerima alasan ini bukan?

Memangnya hal "kurang beruntung" bagaimana yang kamu rasakan?
Banyak. Misalnya pada saat kegiatan perkuliahan. Tidak bisa dipungkiri kalo fenomena TA (titip absen) di kalangan mahasiswa sudah menjadi kebiasaan. Kebiasaan dalam arti sering dilakukan. Saat temen-temen nitip absen ke saya, kuliahnya sedang adem-adem saja, gak ada tugas apalagi kuis. Nah, giliran saya yang pengen ngambil jatah TA, elah dhalah.. lha koq dosennya tiba-tiba ngasih kuis dadakan. Dan keadaan saya saat itu tidak bisa langsung hadir dan ikut kuis.  Seperti itulah salah satu contohnya. (Moral lesson: jangan pernah bolos kuliah.)

Lalu apa alasannya? Seperti yang sudah saya bilang sebelumnya, jawaban untuk pertanyaan ini tidak bisa hanya satu, dan anda mengharap hanya satu jawaban bukan? Just like the other people do.

Baiklah kalo memang anda bersikeras meminta hanya SATU jawaban saja. Saya bisa katakan bahwa faktor dibalik semua yang saya alami sekarang ini adalah psikologi. Perubahan besar yang tidak diantisipasi sebelumnya membuat psikologi saya sedikit labil.

Saya berasal dari sebuah kota kecil bernama Serui di Papua sana. Kota dimana hampir semua warganya saling mengenal. Kota dimana segalanya mudah untuk saya. Mulai dari ngurus surat keterangan kesehatan, sampe bikin sim. Mudah. Hal ini tidak terlepas dari nama Ayah saya. Asal tau saja, Ayah saya termasuk salah satu orang yang mbabat alas tanah serui. Makanya nama Ayah saya cukup terkenal dan disegani di Serui. Bahkan ada anekdot seperti ini, di Serui lebih terkenal Pak Maman daripada Megawati.

Dan ketika di Malang sini, semua berubah. Disini siapa juga yang kenal saya, apalagi Ayah saya. Membuat saya merasakan hidup yang sebenarnya. Bagaimana rasanya diping-pong orang ketika sedang mengurus surat administrasi (waktu itu untuk apa ya, saya lupa.), bagaimana diperlakukan kasar, dan banyak lagi realita lain yang saya alami.

Itu semua membuat saya sedikit down. Membuat saya membanding-bandingkan dengan kehidupan saya di Serui dulu. Kenapa sekarang jadi seperti ini ya. Kenapa sekarang semua terasa begitu berat. Mana kehidupanku yang dulu. Selalu saja pikiran itu yang ada dalam benak saya. Membuat saya seperti tertahan, gak bisa maju, malah mundur perlahan-lahan. Dan tibalah saya di titik ini. Titik dimana saya haru mundur dari kuliah saya di teknik sipil brawijaya, menutup semua lembarannya, dan mulai membuka lembaran baru di teknik sipil universitas merdeka malang.

Jadi, sudah bisa dimengerti kan kenapa saya mundur dari sipil brawijaya?

Okay, we've got the point. Last question, kamu malu gak dengan apa yang menimpamu ini?
Apa hal itu masih harus ditanyakan lagi? Sama saja anda mempertanyakan apakah rasa air laut itu asin.
Jelas sekali saya malu. Malu sama teman-teman saya. Teman-teman di malang.. Topan, Wiga, Renthonk, Endro, Ceebee, Chumi, Awank, Okta.. teman-teman fesbuk.. Ephink, Lina Fajrin.. teman-teman twitter.. Lyla, Thoriq, Rendy, Oyiik, Silva, Poe, Kempol, Naris.. apalagi Lyla, Naris sama Kempol tuh. Dulu saya pernah jadi asisten tugas mereka. Bayangin aja seberapa besar kadar malunya.
Lebih-lebih lagi malu sama teman-teman di serui. Mereka-mereka yang selalu melihat saya sebagai seorang dengan kemampuan "lebih". Sungguh saya malu sekali. Bayangkan apa yang akan mereka pikirkan ketika tau saya sekarang seperti ini. Masihkan mereka mau menerima saya sebagai teman? Jujur saja sedikit banyak ada perasaan seperti itu. Jangan-jangan nanti poe, lyla, thoriq, rendy, oyiik sudah gak mau twitteran lagi sama saya. Jangan-jangan arek prodeo sudah menganggap saya "adek" lagi. Jangan-jangan.. jangan-jangan.. Itu sebabnya beberapa waktu yang lalu saya sempat lama vakum twitteran dan fesbukan

Ternyata semua tidak seperti yang saya pikirkan. Memang siyh, saya masih belum membuka biggest secret ini ke semua yang saya sebutkan di atas. Saya baru cerita ke temen-temen kampus saja, endro, topan, renthonk, wiga. Ya alhamdulillah respon mereka baik, mereka malah balik mendukung langkah yang saya ambil ini. Klo cerita ke teman-teman twitter masih belum. Gak tau ya, masih ada sedikit kekhawatiran aja. Ya sudahlah, toh cepat atau lambat nanti juga mereka tau.


P.S: Walaupun pada prinsipnya memiliki makna yang sama, sudah tidak bisa kuliah lagi di universitas X, saya sebenarnya lebih suka memakai kata mundur. Rasanya DO koq kesannya kasar banget ya. Lagipula kalo kita analogikan dengan dunia kerja, mundur itu seperti resign dan DO itu seperti dipecat. Dan saya tidak DO, karena saya sudah mengajukan permohonan pengunduran diri sebelum tiba waktunya saya harus di-DO. :-)

2 comments:

  1. T_T

    Semangat ya jrin,,,

    saya support,,,

    *speechless

    ReplyDelete
  2. Sudah merasakan dari jaman SMA Jrin, sampe sekarang juga masi adaptasi terus koq.
    Intinya "Kita sama"
    :)

    ReplyDelete