tentang saya

August 27, 2010

Tidur di bulan puasa adalah ibadah (?)

Orang Indonesia yang berpuasa pasti sangat familier dengan hadits ini. Apalagi mereka-mereka yang "tidak ingin terlalu banyak aktivitas" di bulan Ramadhan. (lagi puasa, jadi pake bahasa yang halus  ^_^). Sehingga seringkali hadits ini disalahgunakan, seolah-olah hadits ini sebagai pembenaran kalo anda mau tidur saja seharian selama bulan ramadhan, hal itu tidaklah menjadi masalah. Kan bernilai ibadah.

Benarkah penafsiran yang seperti itu?
Menurut saya siyh, penafsiran seperti itu salah.
Jadi paling tidak ada dua makna yang terkandung dalam hadits tersebut, makna kiasan dan makna harfiah.

Secara kiasan, hadits tersebut mengajak kita berpikir seperti ini, elah dalah, di bulan puasa tidur aja bernilai ibadah, gimana dengan amal perbuatan yang lain. Sudah pada tau kan kalo pahala di bulan ramadhan ini akan dilipat gandakan. Pahala ibadah sunat akan disetarakan seperti ibadah wajib, dan masih banyak lagi keutamaan bulan ramadhan jika dikaitkan dengan pahala. Intinya, anda diberi kesempatan memperoleh semua yang kualitas kelas satu, masa iya anda cuma mau dapat yang kualitas standar. Analogi seperti ini pernah ada low di tivi. Tentu anda masih ingat dengan tagline ini: kalo bisa dapat yang indah berkilau, rambut sehat saja tidak cukup. Pokoknya gitu deh. Agak-agak lupa soalnya. Itu pesan dari iklan shampoo sunsilk yang versi guru dan murid. Gurunya diperankan Mieke Amalia. Yang cewek-cewek pasti tau. Atau mungkin untuk para mahasiswa bisa diganti seperti ini: kalo bisa dapat nilai A, rasanya B+ saja masih belum cukup.

Itu tadi makna secara kiasan. Sekarang coba kita bahas makna hadits tersebut secara harfiah, makna tidur yang seperti kita pahami bersama, berbaring dan terbuai ke alam mimpi.
Yap, tidur di bulan puasa memang bernilai ibadah. Namun tidur yang seperti apakah yang bernilai ibadah? Apakah tidur sejak subuh sampe nanti bangun dhuhur, trus abis ashar tidur lagi sampe menjelang buka? Apakah tidur yang seperti itu? Tentu saja bukan. Tidur yang bernilai ibadah adalah tidur yang dilakukan ketika amal baik dirasa sudah cukup dilakukan dan dikhawatirkan malah melakukan amalan yang jelek. Agak ribet ya. Ya sudah, kasih contoh langsung saja. Misalnya pada suatu sore ba'da ashar, anda baru saja melaksanakan sholat ashar di masjid. Kemudian dilanjutkan dengan mengaji sebentar. Setelah itu anda tidak ada lagi kegiatan. Mau ngerjain tugas kampus, sudah selesai sejak siang tadi. Mau nonton TV, acaranya kebanyakan gosip dan sinetron-sinetron gak bermutu. Mau jalan-jalan, ah pasti banyak godaan. Lebih baik tidur saja. Ilustrasinya seperti itu. Jadi singkatnya, jika anda punya waktu luang dan anda khawatir waktu luang itu akan tercemari dengan perbuatan-perbuatan jelek, lebih baik anda tidur. Itulah tidur yang bernilai ibadah di bulan ramadhan.

Terakhir, memang rasanya tidak elok kalo bulan ramadhan ini diisi dengan banyak tidur. So, beribadah yok.. jangan banyak alasan. Itu kata mas armand maulana.

August 23, 2010

Jadi, kenapa?

Kenapa kamu bisa sampe DO?
Rasanya tidak cukup jika hanya satu jawaban yang diberikan untuk pertanyaan itu. Sama seperti jawaban untuk pertanyaan "kenapa beton bisa kuat menahan tekanan?" Apakah hanya karena semennya bagus? Tentu saja tidak hanya itu. Ada lagi variabel yang lain. Kualitas agregat, air, proses pencampuran bahan (pengadukan), semua faktor itu turut serta dalam menentukan kualitas beton.
Jadi, kenapa kamu bisa sampe DO?

Apakah karena saya bodoh? Oh, tidak kawan. Saya tidak bodoh.
Coba kita flashback sedikit ya. Sejak kelas 1 sampai kelas 6 SD, saya selalu rangking satu di setiap cawu. Saya juga meraih nilai ujian akhir nasional tertinggi ketika lulus SD, SLTP, dan SMU. Yah, memang siyh, cuma tertinggi di tingkat kabupaten. Selain itu saya juga memperoleh peringkat ke lima dalam olimpiade fisika, walaupun masih di fase penyisihan provinsi. Maaf kalo saya salah, apakah daftar diatas bisa membuktikan saya bodoh? I don't think so dude.

Jadi, kenapa?

Karena dosen-dosen di jurusan saya killer semua. Come on dude, teman-teman saya dan beberapa adik tingkat saya, semua kuliah di jurusan yg sama, bertemu dengan dosen yg sama. Toh mereka kebanyakan juga udah pada lulus, bahkan anak-anak 2005 yang notabene saat mereka kuliah saya pernah jadi asisten tugasnya.

Nasib saya kurang beruntung dibanding mereka. Yah, harus saya akui memang inilah yang paling sering saya rasakan. Tapi tentu anda tidak mau menerima alasan ini bukan?

Memangnya hal "kurang beruntung" bagaimana yang kamu rasakan?
Banyak. Misalnya pada saat kegiatan perkuliahan. Tidak bisa dipungkiri kalo fenomena TA (titip absen) di kalangan mahasiswa sudah menjadi kebiasaan. Kebiasaan dalam arti sering dilakukan. Saat temen-temen nitip absen ke saya, kuliahnya sedang adem-adem saja, gak ada tugas apalagi kuis. Nah, giliran saya yang pengen ngambil jatah TA, elah dhalah.. lha koq dosennya tiba-tiba ngasih kuis dadakan. Dan keadaan saya saat itu tidak bisa langsung hadir dan ikut kuis.  Seperti itulah salah satu contohnya. (Moral lesson: jangan pernah bolos kuliah.)

Lalu apa alasannya? Seperti yang sudah saya bilang sebelumnya, jawaban untuk pertanyaan ini tidak bisa hanya satu, dan anda mengharap hanya satu jawaban bukan? Just like the other people do.

Baiklah kalo memang anda bersikeras meminta hanya SATU jawaban saja. Saya bisa katakan bahwa faktor dibalik semua yang saya alami sekarang ini adalah psikologi. Perubahan besar yang tidak diantisipasi sebelumnya membuat psikologi saya sedikit labil.

Saya berasal dari sebuah kota kecil bernama Serui di Papua sana. Kota dimana hampir semua warganya saling mengenal. Kota dimana segalanya mudah untuk saya. Mulai dari ngurus surat keterangan kesehatan, sampe bikin sim. Mudah. Hal ini tidak terlepas dari nama Ayah saya. Asal tau saja, Ayah saya termasuk salah satu orang yang mbabat alas tanah serui. Makanya nama Ayah saya cukup terkenal dan disegani di Serui. Bahkan ada anekdot seperti ini, di Serui lebih terkenal Pak Maman daripada Megawati.

Dan ketika di Malang sini, semua berubah. Disini siapa juga yang kenal saya, apalagi Ayah saya. Membuat saya merasakan hidup yang sebenarnya. Bagaimana rasanya diping-pong orang ketika sedang mengurus surat administrasi (waktu itu untuk apa ya, saya lupa.), bagaimana diperlakukan kasar, dan banyak lagi realita lain yang saya alami.

Itu semua membuat saya sedikit down. Membuat saya membanding-bandingkan dengan kehidupan saya di Serui dulu. Kenapa sekarang jadi seperti ini ya. Kenapa sekarang semua terasa begitu berat. Mana kehidupanku yang dulu. Selalu saja pikiran itu yang ada dalam benak saya. Membuat saya seperti tertahan, gak bisa maju, malah mundur perlahan-lahan. Dan tibalah saya di titik ini. Titik dimana saya haru mundur dari kuliah saya di teknik sipil brawijaya, menutup semua lembarannya, dan mulai membuka lembaran baru di teknik sipil universitas merdeka malang.

Jadi, sudah bisa dimengerti kan kenapa saya mundur dari sipil brawijaya?

Okay, we've got the point. Last question, kamu malu gak dengan apa yang menimpamu ini?
Apa hal itu masih harus ditanyakan lagi? Sama saja anda mempertanyakan apakah rasa air laut itu asin.
Jelas sekali saya malu. Malu sama teman-teman saya. Teman-teman di malang.. Topan, Wiga, Renthonk, Endro, Ceebee, Chumi, Awank, Okta.. teman-teman fesbuk.. Ephink, Lina Fajrin.. teman-teman twitter.. Lyla, Thoriq, Rendy, Oyiik, Silva, Poe, Kempol, Naris.. apalagi Lyla, Naris sama Kempol tuh. Dulu saya pernah jadi asisten tugas mereka. Bayangin aja seberapa besar kadar malunya.
Lebih-lebih lagi malu sama teman-teman di serui. Mereka-mereka yang selalu melihat saya sebagai seorang dengan kemampuan "lebih". Sungguh saya malu sekali. Bayangkan apa yang akan mereka pikirkan ketika tau saya sekarang seperti ini. Masihkan mereka mau menerima saya sebagai teman? Jujur saja sedikit banyak ada perasaan seperti itu. Jangan-jangan nanti poe, lyla, thoriq, rendy, oyiik sudah gak mau twitteran lagi sama saya. Jangan-jangan arek prodeo sudah menganggap saya "adek" lagi. Jangan-jangan.. jangan-jangan.. Itu sebabnya beberapa waktu yang lalu saya sempat lama vakum twitteran dan fesbukan

Ternyata semua tidak seperti yang saya pikirkan. Memang siyh, saya masih belum membuka biggest secret ini ke semua yang saya sebutkan di atas. Saya baru cerita ke temen-temen kampus saja, endro, topan, renthonk, wiga. Ya alhamdulillah respon mereka baik, mereka malah balik mendukung langkah yang saya ambil ini. Klo cerita ke teman-teman twitter masih belum. Gak tau ya, masih ada sedikit kekhawatiran aja. Ya sudahlah, toh cepat atau lambat nanti juga mereka tau.


P.S: Walaupun pada prinsipnya memiliki makna yang sama, sudah tidak bisa kuliah lagi di universitas X, saya sebenarnya lebih suka memakai kata mundur. Rasanya DO koq kesannya kasar banget ya. Lagipula kalo kita analogikan dengan dunia kerja, mundur itu seperti resign dan DO itu seperti dipecat. Dan saya tidak DO, karena saya sudah mengajukan permohonan pengunduran diri sebelum tiba waktunya saya harus di-DO. :-)

August 20, 2010

Siapa yang salah: Imam atau Muadzin?

Ada sedikit insiden waktu tadi saya shalat teraweh di masjid ijo. Oh ya, masjid ijo itu sebutan keluarga saya untuk Masjid Baiturrahman yang terletak di jalan raya sengkaling. Kalo dari arah malang mau ke batu, masjidnya ada di sebelah kiri jalan sebelum Taman Rekreasi Sengkaling. Keluarga saya lebih sering menyebutnya masjid ijo karena masjid tersebut memang didominasi warna hijau. Sepertinya hal itu sebagai penanda bahwa "pemilik"nya adalah mereka yang berasal dari kaum hijau. Walaupun pada kesehariannya tentu siapa saja boleh melaksanakan shalat di masjid itu.

Oke, kembali ke inti cerita.
Jadi pada saat hendak melaksanakan shalat isya, ada sedikit delay antara iqamat dan pelaksanaan shalat. Memang kalo dihitung-hitung, delay-nya tidak lama. Sekitar 1-2 menit. Tapi untuk ukuran pelaksanaan shalat di sebuah masjid besar, hal ini tentu menjadi catatan tersendiri. Bayangkan saja, selama 2 menit itu jamaah berdiri menunggu imam datang. Selama 2 menit itu jamaah pada celingak-celinguk, bertanya-tanya siapa yang bakal memimpin shalat. Sampai akhirnya ada seorang jamaah yang muncul dari pintu samping, berjalan menuju tempat imam sambil penuh kebingungan. Jamaah itulah yang akhirnya manjadi imam shalat isya dan selanjutnya beliau juga menjadi imam shalat teraweh.

Siapa yang salah dalam insiden kecil tersebut?
Apakah sang imam yang datang terlambat, ataukah sang muadzin yang terlalu cepat iqamatnya?

Yah klo mau dicari-cari siapa yang salah, menurut saya ya dua-duanya bisa disalahin. Ya imam, ya muadzin bisa salah. Imamnya malam ini datang terlambat. Paling tidak kalo berhalangan/terlambat, beritahukanlah kepada takmir. Jadi keterlambatan sang imam bisa diantisipasi pihak takmir dengan menyediakan imam cadangan. Muadzinnya juga seperti tidak bisa melihat sikon. Seharusnya sebelum mengumandangkan iqamat, seorang muadzin melihat ke sekeliling jamaah, mengecek apakah yang bertugas mengimami pada malam itu sudah hadir atau belum. Saya agak heran juga. Selama pengalaman saya di malang sini, kebanyakan masjid selalu menunggu imam sebelum pelaksanaan shalat. Kalo sang imam belum datang, muadzin akan terus menerus memakmurkan masjidnya melalui pengeras suara, bahkan ketika masjid lain sudah memulai shalat yang sama. Itulah mengapa insiden kecil di masjid ijo malam ini sungguh menggelitik saya.

Semoga saja di malam-malam berikutnya tidak ada lagi imam yang terlambat atau muadzin yang terlalu cepat.

Wallahu 'alam.